Strukturalisme

Strukturalisme lahir dari perkembangan di berbagai bidang (Dosse, 1998). Telah terjadi pergeseran dari struktur sosial menuju struktur linguistik yang biasa dikenal dengan Linguistic Turn. Fokus ilmuwan sosial bergeser dari struktur sosial kepada bahasa.

Jadi berbicara mengenai strukturalisme, ada yang kurang rasanya jika kita tidak membahas mengenai bahasa. Bahasa memainkan peranan penting dalam teori tindakan, perspektif ini menyatakan bahasa adalah wahana yang memberikan kita kemampuan untuk mengkomunikasikan makna-makna kita kepada orang lain dan karenanya membangun keteraturan sosial. (Pip Jones, 2009)

Bagi teori tindakan, bahasa dan kemampuan menggunakannya mencerminkan ciri pembeda dalam kehidupan manusia; bahasa mendemonstrasikan kesadaran dan kemampuan kita untuk mengiterpretasi, dan melekatkan makna, dunia di sekitar kita.

Bahasa mendefinisikan realitas sosial. Bahasa tidak merefleksikan ‘realitas’, tapi sebaliknya, realitas justru dikonstruksi lewat struktur-struktur yang dikendalikan bahasa. Karena bahasa menciptakan dunia sebagaimana yang dipahami oleh para aktor.

Bahasa akhirnya menjadi sasaran perhatian paling populer dalam penelitian etnometodologi dan yang paling menonjol pada analisis percakapan. Argumennya adalah bahwa percakapan mempresentasikan makna simbolik yang utama, yang digunakan oleh orang-orang yang terlibat untuk mengkonstruksi keteraturan dalam situasi sosial, bagaimana konstruksi dibangun, harus dipahami oleh sosiolog yang menaruh perhatian pada bidang ini. (Pip Jones, 2009)

Strukturalisme juga menjelaskan pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang bebas dan terlepas dari aturan maupun struktur yang ada. Namun dengan munculnya paham Strukturalis maka kini manusia punya aturan yang baku dan jelas. Hal ini merupakan protes atas reaksi bahwa Eropa menempatkan manusia sebagai makhluk yang bebas.

Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap.

Strukturalisme lebih tertarik untuk berbicara tentang praktek-praktek penandaan dimana makna merupakan produk dari struktur atau regularitas-regularitas yang dapat diramalkan yang terletak di luar jangkauan manusia (human agents).

Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara menganalisa bahasa, yang juga dapat dipergunakan untuk menganalisa sistem tanda atau simbol dalam kehidupan masyarakat, dengan menggunakan analisis struktural. De Saussure mengatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dengan demikian dapat dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu tuli, upacara simbolik, bentuk sopan santun, tanda-tanda kemiliteran dan lain sebagainya. Strukturalisme menganalisa proses berfikir manusia dari mulai konsep hingga munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda (termasuk didalmnya upacara-upacara, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa.

Gagasan terpenting yana dimunculkan De Saussure adalah Langue dan Parole. Langue dan parole. Menurut Saussure, langue dan parole (bahasa dan tuturan). Langue adalah pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif, yang dihayati bersama oleh semua warga masyarakat; parole adalah perwujudan langue pada individu. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole, seperti yang kita ketahui bahwa parole adalah wicara aktual, cara pembicara menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya. (George Ritzer, 2004).

Melalui individu direalisasi tuturan yang mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku secara kolektif, karena kalau tidak, komunikasi tidak akan berlangsung secara lancar. Permasalahan yang selalu kembali dalam mengkaji masyarakat dan kebudayaan adalah hubungan antara individu dan masyarakat.

Dari beberapa penjelasan di atas, ada salah satu pertanyaan penting untuk kita semua selaku ilmuwan sosial. Apakah kita bisa mengidentifikasi sebuah permasalahan sosial atau masyarakat secara terstruktur dan hanya melihat dari penggunaan bahasa ?

Strukturalisme memandang permasalahan sosial secara obyektif hal ini dapat dikaitkan dengan struktur yang telah dibuat, dimana dalam struktur itu juga terdapat sebuah konsensus atau sebuah kesepakatan bersama. Dalam metode penelitan biasanya lebih condong kepada penelitian kualitiatif.

Pada dasarnya pembahasan strukturalisme ini bisa dikaji dari bahasa, budaya dan ideologi seperti yang dijelaskan oleh Levi Strasuss dan Loui Althousser.

Posted in |

0 komentar: