Info Terbaru Beasiswa

PROGRAM BEASISWA S2 & S3 LUAR NEGERI DEPKOMINFO TAHUN 2009



Departemen Komunikasi dan Informatika pada Tahun 2009 kembali membuka kesempatan dan menyediakan beasiswa pendidikan S2 dan S3 di luar negeri bagi PNS di lingkungan lembaga pemerintah, karyawan/karyawati di lembaga pendidikandan industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta masyarakat umum.



Persyaratan :

1. Lulusan sarjana S1 untuk pendidikan S2 dan lulusan Sarjana S2

untuk pendidikan S3.

2. Memiliki IPK minimal 2,75 (dari skala 4)

3. Memiliki nilai Institutional TOEFL (ITP) minimal 550 atau IELTS minimal 6.5

4. Memiliki nilai Tes Potensi Akademik (TPA) minimal 550

5. Mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang

6. Diutamakan :

a. Memiliki pengalaman kerja minimal 2 tahun

b. Berusia maksimal 35 tahun untuk pendidikan S2 dan 40 tahun untuk

pendidikan S3.

c. Belum memiliki gelar dan tidak sedang menerima beasiswa lain dan/atau sedang mengikuti program pendidikan S2 (bagi pelamar program S2) atau S3 (bagi pelamar program S3)

7. Pendaftaran dan penyerahan berkas lamaran beasiswa paling lambat tanggal

18 Februari 2009.

Visit Us at:

http://www.depkominfo.go.id/program/beasiswa-s2-s3-luar-negeri-depkominfo-2009/

Posted in | 0 komentar

Situs Beasiswa Terpopuler

Info Situs Beasiswa
Situs Penyedia beasiswa Luar negeri
1. Beasiswa ADS: www.adsjakarta.or.id
2. Beasiswa Chevening: www.chevening.or.id
3. Beasiswa Stuned: www.nesoindonesia.or.id
4. Beasiswa DAAD: jakarta.daad.de
5. Beasiswa Fullbright: www.aminef.or.id
6. Beasiswa ALA: www.ausaid.gov.au/scholar
7. Beasiswa Monbukagakusho: www.id.emb-jpn.go.jp
8. Beasiswa Endeavour: www.endeavour.deewr.gov.au
9. Beasiswa Ford Foundation: www.fordfound,org
10. Beasiswa Sampoerna Foundation: www.sampoernafoundation.org

Posted in | 0 komentar

Sosiologi Sastra

Luasnya Wilayah Sosiologi Sastra
Oleh Gunoto Saparie

Sabtu, 17 Maret 2007
KRITIK sastra memiliki korelasi yang erat dengan perkembangan kesusastraan. Menurut Andre Hardjana, kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra. Hal senada juga diungkapkan oleh Subagio Sastrowardoyo, bahwa untuk bisa menentukan bagaimana sesungguhnya perkembangan kesusastraan Indonesia, dibutuhkan suatu kritik.

Kita tahu, pendekatan dalam kritik sastra cukup beragam. Pendekatan-pendekatan tersebut bertolak dari empat orientasi teori kritik. Yang pertama, orientasi kepada semesta yang melahirkan teori mimesis. Kedua, teori kritik yang berorientasi kepada pembaca yang disebut teori pragmatik. Penekanannya bisa pada pembaca sebagai pemberi makna dan pembaca sebagai penerima efek karya sastra. Resepsi sastra merupakan pendekatan yang berorientasi kepada pembaca.

Untuk yang ketiga, teori kritik yang berorientasi pada elemen pengarang dan disebut sebagai teori ekspresif. Sedangkan keempat adalah teori yang berorientasi kepada karya yang dikenal dengan teori obyektif.

Dalam kaitan ini, sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca.

Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.

Wilayah sosiologi sastra cukup luas. Rene Wellek dan dan Austin Warren membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra, yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra. Yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

Klasifikasi tersebut tidak jauh berbeda dengan bagan yang dibuat oleh Ian Watt dengan melihat hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat.

Telaah suatu karya sastra menurut Ian Watt akan mencakup tiga hal, yakni konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial sastra.

Konteks sosial pengarang adalah yang menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi diri pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya. Sastra sebagai cermin masyarakat menelaah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat. Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan masyarakat bagi pembaca.

Umar Junus mengemukakan, bahwa yang menjadi pembicaraan dalam telaah sosiologi sastra adalah karya sastra dilihat sebagai dokumen sosial budaya. Ia juga menyangkut penelitian mengenai penghasilan dan pemasaran karya sastra. Termasuk pula penelitian tentang penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebabnya. Selain itu juga berkaitan dengan pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya sastra, misalnya pendekatan Taine yang berhubungan dengan bangsa, dan pendekatan Marxis yang berhubungan dengan pertentangan kelas. Tak boleh diabaikan juga dalam kaitan ini pendekatan strukturalisme genetik dari Goldman dan pendekatan Devignaud yang melihat mekanisme universal dari seni, termasuk sastra.Sastra bisa dilihat sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat kenyataan sosio-budaya suatu masyarakat pada suatu masa tertentu. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya. Bagaiamanapun karya sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya.

Demikian pula obyek karya sastra adalah realitas kehidupan, meskipun dalam menangkap realitas tersebut sastrawan tidak mengambilnya secara acak. Sastrawan memilih dan menyusun bahan-bahan itu dengan berpedoman pada asas dan tujuan tertentu. Henry James mengatakan, bahwa sastrawan menganalisis "data" kehidupan sosial, memahaminya dan mencoba menentukan tanda yang esensial untuk dipindahkan ke dalam karya sastra.

Apabila realitas itu adalah sebuah peristiwa sejarah, maka karya sastra dapat mencoba menerjemahkan peristiwa itu dalam bahasa imajiner dengan maksud untuk memahami peristiwa sejarah menurut kadar kemampuan pengarang. Kecuali itu, karya sastra dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan tanggapannya mengenai peristiwa sejarah dan ketiga seperti juga karya sejarah, karya sastra dapat merupakan penciptaan kembali peristiwa sejarah dengan pengetahuan dan daya imajinasi pengarang.

Hubungan dialektik antara karya sastra dan realitas sosial budaya memperkuat anggapan bahwa sastra merupakan salah satu institusi sosial. Sastra tidak hanya mendapat pengaruh dari realitas sosial tetapi juga dapat mempengaruhi realitas sosial. Memang benar, sastra mengambil sebagian besar karakternya dari bahasa, namun bentuk dan isi novel lebih banyak berasal dari fenomena sosial daripada dari seni lain, terkecuali film. Novel seringkali merupakan ikatan dengan momentum tertentu dalam peristiwa sejarah masyarakat. Michel Zerraffa mengatakan, bahwa karya sastra merupakan analisis estetis dan sintesis sebuah realitas tertentu dan novelis senantiasa melakukan analisis dan sintesis sebelum memulai menulis.

Mengeksploitasi Manusia

Karya sastra mengeksploitasi manusia dan masyarakat. Hal ini yang menjadi alasan utama mengapa sosiologi sastra penting dan dengan sendirinya perlu dibangun pola-pola analisis sekaligus teori-teori yang berkaitan dengannya. Meskipun masalah sastra dan manusia/masyarakat sudah dibicarakan jauh sebelumnya, sosiologi sastra sebagai ilmu yang berdiri sendiri dengan menggunakan teori dan metode ilmiah dianggap baru mulai pada abad ke-18.

Paradigma sosiologi sastra berakar dari latar belakang historis dua gejala, yaitu masyarakat dan sastra: karya sastra ada dalam masyarakat, dengan kata lain, tidak ada karya sastra tanpa masyarakat. Sosiologi sastra, meskipun belum menemukan pola analisis yang dianggap memuaskan, mulai memperhatikan karya seni sebagai bagian yang integral dari masyarakat. Tujuannya jelas untuk memberikan kualitas yang proposional bagi kedua gejala: sastra dan masyarakat. Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Maka, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Namun Wellek dan Warren mengingatkan, bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan fenomena kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak disengaja dituliskan oleh pengarang, atau karena hakikat karya sastra itu sendiri yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara tidak langsung, yang mungkin pengarangnya sendiri tidak tahu. Karya sastra dapat juga mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas dalam masyarakat.

* Gunoto Saparie, penyair dan Bendahara
Dewan Kesenian Jawa Tengah

Posted in | 0 komentar

Theory of Translation

Translation Theory and Practice

Good theory is based on information gained from practice. Good practice is based on carefully worked-out theory. The two are interdependent. (Larson l991, p. 1)

The ideal translation will be accurate as to meaning and natural as to the receptor language forms used. An intended audience who is unfamiliar with the source text will readily understand it. The success of a translation is measured by how closely it measures up to these ideals.

The ideal translation should be…

* Accurate: reproducing as exactly as possible the meaning of the source text.
* Natural: using natural forms of the receptor language in a way that is appropriate to the kind of text being translated.
* Communicative: expressing all aspects of the meaning in a way that is readily understandable to the intended audience.

Translation is a process based on the theory that it is possible to abstract the meaning of a text from its forms and reproduce that meaning with the very different forms of a second language.

Translation, then, consists of studying the lexicon, grammatical structure, communication situation, and cultural context of the source language text, analyzing it in order to determine its meaning, and then reconstructing this same meaning using the lexicon and grammatical structure which are appropriate in the receptor language and its cultural context. (Larson l998, p. 3)

Overview of the translation task

Diagram from Larson l998, p. 4

In practice, there is considerable variation in the types of translations produced by translators. Some translators work only in two languages and are competent in both. Others work from their first language to their second language, and still others from their second language to their first language. Depending on these matters of language proficiency, the procedures used will vary from project to project. In most projects in which SIL is involved, a translation team carries on the project. Team roles are worked out according to the individual skills of team members. There is also some variation depending on the purpose of a given translation and the type of translation that will be accepted by the intended audiences.

translators working

Books by SIL authors that present translation theory and practice include the following which are available on line at the International Academic Bookstore. There are also many articles on translation theory and practice listed in the SIL bibliography.

Of interest to all professional translators:
Callow, Kathleen, l999, Man and Message
Gutt, Ernst-August, l992, Relevance Theory
Larson, Mildred L., Meaning-based Translation (Also in Indonesian, Spanish, and Russian.)

Posted in | 0 komentar

Linguistics

Linguistics

What is Linguistics

Linguistics is the scientific study of language. It endeavours to answer the question--what is language and how is represented in the mind? Linguists focus on describing and explaining language and are not concerned with the prescriptive rules of the language (ie., do not split infinitives). Linguists are not required to know many languages and linguists are not interpreters.

The underlying goal of the linguist is to try to discover the universals concerning language. That is, what are the common elements of all languages. The linguist then tries to place these elements in a theoretical framework that will describe all languages and also predict what can not occur in a language.

Linguistics is a social science that shares common ground with other social sciences such as psychology, anthropology, sociology and archaeology. It also may influence other disciplines such as english, communication studies and computer science. Linguistics for the most part though can be considered a cognitive science. Along with psychology, philosophy and computer science (AI), linguistics is ultimately concerned with how the human brain functions.

Below are several different disciplines within linguistics. The fields of phonetics, phonology, morphology, syntax, semantics and language acquisition are considered the core fields of study and a firm knowledge of each is necessary in order to tackle more advanced subjects.

top

Phonetics

Phonetics is the study of the production and perception of speech sounds. It is concerned with the sounds of languge, how these sounds are articulated and how the hearer percieves them. Phonetics is related to the science of acoustics in that it uses much the same techniques in the analysis of sound that acoustics does. There are three sub-disciplines of phonetics:

* Articulatory Phonetics: the production of speech sounds.
* Acousitc Phonetics: the study of the physical production and transmission of speech sounds.
* Auditory Phonetics: the study of the perception of speech sounds.

top

Phonology

Phonology is the study of the sound patterns of language. It is concerned with how sounds are organized in a language. Phonolgy examines what occurs to speech sounds when they are combined to form a word and how these speech sounds interact with each other. It endeavors to explain what these phonological processes are in terms of formal rules.

top

Morphology

Morphology is the study of word formation and structure. It studies how words are put together from their smaller parts and the rules governing this process. The elements that are combining to form words are called morphemes. A morpheme is the smallest unit of meaning you can have in a language. The word cats, for example, contains the morphemes cat and the plural -s.

top

Syntax

Syntax is the study of sentence structure. It attempts to describe what is grammatical in a particular language in term of rules. These rules detail an underlying structure and a transformational process. The underlying structure of English for example would have a subject-verb-object sentence order (John hit the ball). The transformational process would allow an alteration of the word order which could give you something like The ball was hit by John.

top

Semantics

Semantics is the study of meaning. It is concerned with describing how we represent the meaning of a word in our mind and how we use this representation in constructing sentences. Semantics is based largely on the study of logic in philosophy.

top

Language Acquisition

Language acquistion examines how children learn to speak and how adults learn a second language. Language acquistion is very important because it gives us insight in the underlying processes of language. There are two components which contribute to language acqusition. The innate knowledge of the learner (called Universal Grammer or UG) and the environment. The notion of UG has broad implications. It suggests that all languages operate within the same framework and the understanding of this framework would contribute greatly to the understanding of what language is.

top

Other Disciplines

* Sociolinguistics: Sociolinguistics is the study of interrelationships of language and social structure, linguistic variation, and attitudes toward language.
* Neurolinguistics: Neurolinguistics is the study of the brain and how it functions in the production, preception and acquistion of language.
* Historical Linguistics: Historical linguistics is the study of language change and the relationships of languages to each other.
* Anthropological Linguistics: Anthropological linguistics is the study of language and culture and how they interact.
* Pragmatics: Pragmatics studies meaning in context.

top

E Mail

Stu Barton

stubarton@home.com

top

Posted in | 0 komentar