Padanan dalam Terjemahan

Kata penerjemahan mengandung pengertian proses alih pesan sedangkan kata terjemahan artinya hasil dari suatu penerjemahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) penerjemahan adalah: proses, perbuatan, cara, menerjemahkan pengalih bahasaan. Dalam Wikipedia, penerjemahan diartikan suatu aktivitas yang terdiri dari menafsirkan makna teks dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dan membuat teks yang baru yang sepadan dalam bahasa lain (bahasa sasaran).

Menurut Newmark definisi tentang terjemah adalah menerjemahkan suatu teks kedalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud pengarangnya. Dalam proses penerjemahan terdapat tahapan-tahapan, yakni: Metode, Prosedur, dan Teknik terjemahan. Metode merupakan cara penerjemahan teks sumber secara keseluruhan. Sedangkan Prosedur adalah cara penerjemahan kalimat yang merupakan bagian dari teks tersebut. Adapun Teknik merupakan cara penerjemahan kata atau frase yang merupakan bagian dari sebuah kalimat.Teknik berfungsi untuk menjabarkan tahapan-tahapan pekerjaan yang mesti dilalui oleh sebuah prosedur, sedangkan prosedur berfungsi sebagai penjabaran dari metode penerjemahan sebuah teks. Karena objek prosedur adalah berupa kalimat, dan kalimat itu sendiri sangat banyak jenisnya dan sangat variatif, maka tidaklah mengherankan jika prosedur penerjemahan pun sangat banyak dan variatif.

Kesulitan dalam problematika penerjemahan adalah pada pencarian padanan atau ekuivalensi yang sesuai antara bahasa sumber dan bahasa penerima, sehingga dituntut kegiatan penerjemahan yang lebih memahami pada tataran tersebut, agar menghsilkan terjemahan yang tepat. Menurut Barnstone (1993), masalah padanan merupakan bagian inti dari teori penerjemahan. Dan praktek menerjemahkan sebagai realisasi dari proses penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan. Benny Hoed mengatakan bahwa masalah pokok dalam penerjemahan adalah sulitnya menemukan ekuivalensi antara dua bahasa. Andaikan padanan sudah ditemukan, setiap unsur bahasa yang dipadankan itu pun masih terbuka untuk berbagai penafsiran.

Namun Nida sebagaimana dikutip oleh M. Zaka Al-Farizi, mengatakan, ekuivalensi dapat dihasilkan manakala memperhatikan (1) penyampaian pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima dengan menyelaraskan kosa kata dan aspek gramatikanya, (2) pengutamaan ekuivalensi isi ketimbang bentuk, (3) pemilihan ekuivalensi yang paling wajar dalam bahasa penerima seraya mempertimbangkan kedekatan dengan makna yang terdapat dalam bahasa sumber, (4) pengutamaan makna daripada gaya, walaupun gaya bahasa juga penting, (5) dan pengutamaan kepentingan pembaca terjemahan.

Ekuivalensi itu berpengaruh pada hasil terjemahan, supaya hasil terjemahan dirasakan komunikatif oleh pembaca. Syihabuddin mengatakan bahwa, dalam bidang terjemahan, istilah ekuivalensi yang bersinonim dengan padanan mengacu pada beberapa konsep. Antara lain: Pertama, ekuivalensi merupakan tujuan atau produk dari proses penerjemahan. Karena penerjemahan itu merupakan proses pencarian ekuivalensi, yaitu padanan yang paling wajar antara bahasa sumber dan bahasa penerima. Kedua, ekuivalensi merujuk pada salah satu prosedur penerjemahan sebagaimana dikemukakan Newmark (1998), bahwa prosedur ini digunakan untuk menerjemahkan kosa kata kebudayaan di dalam bahasa penerima dengan cara yang sedapat mungkin mendekati makna yang sebenarnya di dalam bahasa sumber. Ekuivalensi tersebut dapat diperoleh dengan teori mengenai penerjemahan, seperti metode, prosedur, ataupun teknik.

Prosedur Ekuivalensi adalah cara penerjemahan istilah bahasa sumber, tentang apa saja, kedalam bahasa penerima. Istilah tersebut sangatlah beragam kompleksitasnya sehingga beragam pula cara penerjemahannya. Keragaman cara penerjemahan istilah inilah yang dimaksud dengan teknik penerjemahan istilah sebagai penjabaran dari prosedur ekuivalensi. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan Istilah dengan Kata atau gabungan kata, yang dengan cermat mengungkapkan suatu makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.

Pakar terjemah Mona Baker, membedakan lima tipe padanan, yaitu: padanan pada tataran kata (equivalence at word level), padanan diatas tataran kata (equivalence above word level), padanan gramatikal (grammatical equivalence), padanan tekstual (textual equivalence), dan padanan pragmatic (pragmatic equivalence). Sebelum pada tataran yang lain-lain, seorang penerjemah tentunya dalam melakukan tugasnya, pertama-tama akan melihat dan menganalisis makna suatu kata terlebih dahulu sebelum kepada kalimat. Sehingga dapat membantu untuk memahami makna dalam kalimat itu sendiri.

Syihabuddin dalam bukunya “Teori dan Praktik Penerjemahan Arab-Indonesia” mengatakan bahwa, dalam proses penerjemahan dengan prosedur ekuivalensi ini, terdapat tiga teknik, yaitu: Teknik korespondensi, Teknik deskripsi, dan Teknik integratif.

Teknik korespondensi dapat dirumuskan sebagai teknik penyamaan konsep bahasa sumber (BS) dengan bahasa penerima (BP) melalui penerjemahan kata dengan kata dan frase dengan frase, yang berlandaskan asumsi bahwa ada kesamaan konseptual antara keduanya. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Kata diartikan sebagai satuan (unsur) bahasa yang terkecil, yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Frase diartikan sebagai Bagian kalimat yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi. Artinya satu frase maksimal hanya menduduki gatra subjek (S), predikat (P) atau objek (O) atau keterangan (K). Teknik deskripsi adalah teknik penerjemahan dengan menjelaskan makna kata bahasa sumber (BS) di dalam bahasa penerima (BP) seperti tampak pada perubahan kata menjadi frase atau frase yang sederhana menjadi frase yang kompleks. Teknik Integratif adalah pemakaian dua teknik sekaligus dalam memproduksi makna bahasa sumber (BS) di dalam bahasa penerima (BP).
http://bahasa.kompasiana.com/2011/11/11/padanan-dalam-terjemahan/


Share

Posted in |

0 komentar: